Netter.co.id – Tradisi ruwatan dipercaya dapat menghilangkan kesialan dan membersihkan diri secara spiritual dalam budaya Jawa yang sarat makna.
1. Pengantar: Makna Ruwatan dalam Budaya Nusantara
Indonesia dikenal sebagai negeri yang kaya akan budaya dan tradisi spiritual. Salah satu tradisi yang masih bertahan hingga kini adalah Tradisi Ruwatan, upacara adat yang diyakini dapat menolak bala dan menghilangkan kesialan.
Tradisi Ruwatan ini berasal dari budaya Jawa kuno, namun pengaruhnya meluas ke berbagai daerah di Nusantara seperti Sunda, Bali, dan Madura. Ruwatan memiliki makna yang mendalam: bukan sekadar upacara, melainkan proses penyucian diri secara lahir dan batin untuk membuang energi negatif, menghindarkan malapetaka, dan mengembalikan keseimbangan hidup seseorang.
BACA JUGA : Perbandingan PlayStation dan Xbox: Konsol Game Terbaik Siapa?
2. Asal-Usul dan Sejarah Ruwatan
Kata “ruwat” dalam bahasa Jawa berarti “membebaskan” atau “melepaskan dari kesialan”. Tradisi Ruwatan ini sudah dikenal sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha di Jawa.
Tradisi Ruwatan berkaitan erat dengan kisah Wayang Murwakala, lakon yang menceritakan dewa Batara Kala — dewa waktu dan pemangsa manusia yang memiliki nasib sial (sukerta). Dalam kisah ini, orang yang lahir dalam kondisi tertentu dianggap memiliki energi yang “mengundang kesialan” dan perlu “diruwat” agar selamat dari gangguan Batara Kala.
Upacara Tradisi Ruwatan dilakukan oleh seorang dalang atau tokoh spiritual yang dipercaya memiliki kemampuan mengusir kesialan melalui ritual doa, wayangan, dan simbol-simbol penyucian.
3. Siapa yang Biasanya Diruwat?
Dalam kepercayaan Jawa, tidak semua orang perlu diruwat. Ada kelompok tertentu yang disebut “anak sukerta”, yaitu mereka yang dianggap membawa potensi kesialan karena kondisi kelahiran atau faktor lainnya.
Beberapa contoh anak sukerta menurut tradisi Jawa antara lain:
- Anak tunggal
- Anak kembar (terutama laki-laki dan perempuan)
- Anak lahir pada hari tertentu seperti Selasa Kliwon atau Jumat Legi
- Anak lahir dalam kondisi tidak wajar (misalnya kembar tiga)
- Anak bungsu dari tujuh bersaudara
- Anak yang sering mengalami musibah berulang tanpa sebab jelas
Namun, di masa modern, makna Tradisi Ruwatan tidak lagi terbatas pada anak sukerta. Banyak orang dewasa melakukan ruwatan sebagai bentuk introspeksi diri, penyucian spiritual, dan doa agar hidup lebih tenang, lancar, dan dijauhkan dari kesialan.
4. Tahapan dalam Upacara Ruwatan
Prosesi ruwatan memiliki beberapa tahapan yang penuh simbolisme dan nilai filosofis. Berikut adalah urutan umum dalam pelaksanaan ruwatan tradisional:
a. Persiapan dan Pembersihan Tempat
Upacara biasanya dilakukan di rumah, balai desa, atau tempat suci seperti candi dan pesanggrahan. Tempat dibersihkan secara simbolis dengan air bunga, dupa, dan sesaji sebagai bentuk penyucian ruang dari energi negatif.
b. Sesaji dan Sajen
Sajen yang digunakan memiliki makna masing-masing, antara lain:
- Tumpeng ruwat: simbol doa agar manusia selalu dekat dengan Tuhan.
- Kembang setaman: melambangkan kesucian dan ketenangan.
- Kendhi berisi air suci: untuk membersihkan diri.
- Wayang kulit lakon Murwakala: sebagai simbol pelepasan nasib sial.
c. Pertunjukan Wayang Murwakala
Bagian utama dari ruwatan adalah pementasan wayang oleh dalang khusus. Lakon Murwakala menggambarkan Batara Kala yang hendak memangsa anak sukerta, tetapi akhirnya diampuni melalui doa dan upacara. Dalam konteks ini, pertunjukan wayang menjadi media simbolik pembebasan diri dari kesialan.
d. Ritual Pemotongan Rambut dan Siraman
Setelah pertunjukan wayang, peserta ruwatan menjalani prosesi siraman air suci dan pemotongan sedikit rambut. Air yang digunakan berasal dari tujuh sumber mata air atau dicampur dengan bunga setaman. Proses ini melambangkan pembuangan energi buruk dan lahirnya kehidupan baru yang lebih bersih.
e. Doa dan Penutupan
Ritual ditutup dengan doa bersama agar peserta diberi ketenangan, keselamatan, dan dijauhkan dari bala. Makanan dari sesaji kemudian dimakan bersama sebagai simbol kebersamaan dan rasa syukur.
5. Makna Filosofis di Balik Ruwatan
Ruwatan bukan hanya tentang mengusir kesialan, tetapi juga tentang menata kehidupan dan pikiran. Ada beberapa makna filosofis di balik ritual ini:
- Pembersihan batin: manusia diingatkan untuk introspeksi, memaafkan diri, dan melepaskan beban masa lalu.
- Harmoni dengan alam dan sesama: ruwatan menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual.
- Simbol transformasi: setelah diruwat, seseorang dianggap “lahir kembali” dengan semangat dan energi baru.
- Ungkapan rasa syukur: melalui sesaji dan doa, manusia diingatkan untuk selalu bersyukur atas kehidupan.
6. Tradisi Ruwatan di Era Modern
Meski berasal dari kepercayaan tradisional, ruwatan tetap lestari hingga kini. Banyak masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali yang masih mengadakan ruwatan, baik secara pribadi maupun kolektif di desa-desa.
Beberapa komunitas spiritual bahkan mengemas ruwatan dengan sentuhan modern, tanpa meninggalkan nilai-nilai aslinya. Misalnya, menggunakan musik gamelan modern, doa lintas agama, dan filosofi universal tentang penyucian diri.
Bahkan di kota besar, banyak orang melakukan ruwatan sebagai bentuk refleksi dan terapi spiritual — bukan sekadar ritual mistis. Mereka menganggapnya sebagai sarana untuk membersihkan energi negatif akibat stres, trauma, atau kegagalan hidup.
7. Nilai Budaya dan Pelestarian
Ruwatan memiliki nilai budaya yang tinggi karena mengajarkan pentingnya keseimbangan hidup dan penghormatan terhadap leluhur. Dalam konteks pelestarian budaya, ruwatan berperan sebagai warisan takbenda (intangible heritage) yang memperkaya identitas bangsa Indonesia.
Pemerintah daerah dan komunitas budaya juga sering mengadakan Ruwatan Massal sebagai bagian dari agenda budaya untuk menjaga tradisi leluhur sekaligus memperkuat kebersamaan masyarakat.
8. Kesimpulan
Tradisi ruwatan bukan sekadar upacara untuk mengusir kesialan, tetapi juga bentuk spiritual cleansing yang mengajarkan nilai-nilai luhur kehidupan. Melalui doa, simbol, dan seni wayang, ruwatan menjadi pengingat bahwa manusia perlu menjaga keseimbangan antara dunia lahir dan batin.
Dalam era modern yang serba rasional, ruwatan tetap relevan sebagai sarana introspeksi dan penyembuhan spiritual. Tradisi ini memperkaya kebudayaan Indonesia dan menjadi bukti bahwa kearifan lokal memiliki kedalaman makna yang tak lekang oleh waktu.Bagi masyarakat yang masih melaksanakannya, ruwatan bukan hanya ritual, tetapi perjalanan menuju ketenangan dan harmoni hidup.
