Peristiwa ledakan di SMAN 72 Jakarta baru-baru ini telah menimbulkan beragam keprihatinan dan tuntutan untuk menindaklanjuti faktor-faktor yang dianggap berkontribusi terhadap kejadian tragis tersebut. Salah satu wacana yang mencuat adalah pembatasan terhadap game online, yang mendapatkan kritik tajam dari pihak Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Menyusul insiden tersebut, berbagai pihak mengajukan argumen yang merujuk pada perilaku menyimpang yang diduga dipicu oleh konten permainan tertentu.
Kritik Dari PSI
Justin Adrian Untayana, salah satu tokoh dari PSI, mengungkapkan keberatan terhadap ide pembatasan game online. Menurutnya, menjalankan pembatasan semacam ini tidaklah solutif dan justru dapat menimbulkan lebih banyak masalah. “Membatasi akses game online sebagai solusi atas fenomena kekerasan tidak sejalan dengan dinamika perkembangan zaman. Kita perlu memahami konteks yang lebih luas dari peristiwa tersebut,” ujar Adrian dalam konferensi persnya.
Pentingnya Pendekatan Holistik
Adrian menekankan pentingnya pendekatan yang lebih holistik dalam menangani isu-isu terkait kekerasan dan perilaku menyimpang. Ia menyatakan bahwa alih-alih melontarkan wacana pembatasan, pemerintah dan masyarakat harus melakukan upaya edukasi yang lebih baik mengenai dampak negatif dari konsumsi konten negatif, serta mengedukasi orang tua dalam memantau aktivitas anak-anak mereka secara lebih proaktif. Menurutnya, pencegahan dapat dilakukan dengan berfokus pada edukasi daripada sekadar tindakan represif.
Analisis Perilaku Remaja
Analisis perilaku remaja menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti lingkungan sosial, pendidikan, dan tekanan teman sebaya lebih berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian mereka daripada hanya sekadar faktor hiburan semata. Dalam konteks ini, pembatasan game online menjadi langkah yang kurang efektif karena tidak mengaddress masalah yang lebih mendasar. Perlu diingat bahwa tidak semua pemain game terlibat dalam perilaku menyimpang.
Tanggung Jawab Bersama
Justin menegaskan pentingnya kolaborasi antara orang tua, pendidik, dan pengembang konten digital dalam menciptakan iklim yang lebih sehat. Tanggung jawab tidak hanya terletak pada pihak pemerintah, tetapi juga harus dibagikan kepada berbagai elemen masyarakat. Masyarakat perlu berperan aktif dalam menciptakan dialog yang mengedukasi, serta memberikan wadah bagi remaja untuk mengekspresikan diri dengan cara yang positif.
Mempengaruhi Kebijakan Publik
Pernyataan PSI ini menjadi sorotan karena mencerminkan sikap kritis terhadap kebijakan publik yang mungkin akan diambil. Keterlibatan para pemangku kepentingan dalam diskusi mengenai pembatasan game online sangat penting untuk mencegah kebijakan yang mungkin hanya berdasar pada emosionalitas sesaat setelah terjadi peristiwa tragis. PSI berharap agar pendekatan yang diambil tetap berorientasi pada solusi yang kuat dan berdasarkan data serta penelitian yang valid.
Solusi Alternatif
Pemerintah dan berbagai organisasi terkait diharapkan untuk menggali peluang alternatif dalam menciptakan program-program yang positif bagi anak muda. Edukasi mengenai pembuatan konten, pengenalan teknologi, dan pengembangan keterampilan digital dapat menjadi cara efektif untuk menggantikan kebijakan pembatasan yang cenderung represif. Melalui pendekatan positif ini, anak-anak dan remaja dapat menjadikan teknologi sebagai alat untuk berkreasi dan berekspresi, bukan sebagai sarana untuk melakukan kekerasan.
Kesimpulan
Insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta merupakan sinyal perlu adanya perhatian serius terhadap perilaku remaja dan faktor-faktor penyebabnya. Namun, wacana pembatasan game online sebagai jawaban dianggap kurang tepat dan bahkan berpotensi menambah masalah baru. Pendidikan, keterlibatan masyarakat, dan kolaborasi antara berbagai pihak menjadi kunci untuk merespons peristiwa tragis ini dengan cara yang lebih konstruktif. Dengan fokus pada edukasi dan pengembangan, kita dapat menciptakan generasi muda yang lebih baik, mampu menghadapi tantangan di era digital tanpa terjerumus dalam perilaku negatif.
