Netter.co.id – Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI-OJK yang melibatkan anggota DPR dan penggunaan dana tak sesuai peruntukan.
Kasus KPK Filianingsih: Dugaan Korupsi Dana CSR BI-OJK
Kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang melibatkan nama Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta, telah menjadi sorotan publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki aliran dana CSR yang diduga disalahgunakan melalui yayasan-yayasan yang tidak sesuai peruntukannya. Artikel ini mengulas latar belakang, perkembangan kasus, pihak-pihak terkait, bukti awal, serta implikasi hukum dan etika dari kasus ini.
Latar Belakang Kasus
- Dana CSR Bank Indonesia / Program Sosial BI (PSBI)
BI dan OJK memiliki program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dalam BI disebut Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), yang digunakan untuk berbagai kegiatan sosial seperti pembangunan fasilitas umum, beasiswa, ambulans, dana bantuan, dan sebagainya. Pengelolaan dana ini semestinya diawasi dan digunakan sesuai tujuan. - Dugaan Penyalahgunaan
KPK menduga terdapat penyimpangan dalam penggunaan dana CSR. Diduga terdapat yayasan-yayasan fiktif atau yayasan yang tidak benar-benar melaksanakan kegiatan sosial sesuai tujuan, dan bahwa dana tersebut kemudian dialirkan kembali ke rekening pribadi, kerabat, nominasi (nominee) pelaku, atau ke pihak-pihak yang tidak layak sebagai penerima. - Pihak Terlibat
Selain Filianingsih sebagai pejabat tinggi BI yang diperiksa sebagai saksi, nama anggota DPR Komisi XI yaitu Satori (Fraksi NasDem) dan Heri Gunawan (Fraksi Gerindra) telah ditetapkan sebagai tersangka. Mereka diduga menerima dana CSR senilai total sekitar Rp 28,38 miliar, yang digunakan untuk kepentingan pribadi seperti rumah, kendaraan, pembelian tanah, showroom, serta deposito.
Perkembangan Terbaru
- KPK sudah mengirim surat panggilan kepada Filianingsih Hendarta untuk diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan dijadwalkan pada beberapa tanggal (termasuk 19 Juni 2025 dan 11 September 2025) untuk meminta penjelasan terkait pemberian CSR dan mekanisme alirannya.
- Filianingsih sempat tidak hadir saat panggilan pertama karena adanya agenda dinas yang sudah dijadwalkan dan kesibukan yang dianggap tidak bisa ditunda. BI menyatakan pihaknya menghormati proses hukum dan siap kooperatif.
- Lokasi-lokasi yang terkait sudah digeledah oleh KPK, termasuk ruang kerja Gubernur BI, kantor BI dan kantor OJK, guna mencari dokumen dan barang bukti elektronik yang berkaitan dengan alokasi dan penggunaan dana CSR.
Alasan Dugaan Penyalahgunaan CSR
Beberapa mekanisme yang diduga menyebabkab penyimpangan dana CSR:
- Pengalihan melalui yayasan
Dana CSR disalurkan ke yayasan, yang kemudian diduga sebagai “penampung” agar penggunaan dana tidak langsung dapat diawasi publik. Beberapa yayasan tersebut diduga milik pihak-yang tidak seharusnya menjadi penerima langsung. - Penggunaan dana tidak sesuai tujuan
Alih dari program sosial seperti pembangunan fasilitas umum atau beasiswa, dana CSR tersebut diduga digunakan untuk pembelian kendaraan, properti, pembentukan showroom, deposito, dan aktivitas komersial lainnya. - Aliran dana nominee / rekening pribadi
Setelah dana masuk ke yayasan, ada indikasi aliran dana kembali ke rekening individu, kerabat, atau nominee pelaku, yang tidak sesuai prosedur dan tujuan penggunaan dana CSR.
Peran Filianingsih Hendarta dalam Investigasi
- Sebagai Deputi Gubernur BI, Filianingsih Hendarta diperiksa sebagai saksi kunci. KPK akan menggali keterkaitan perannya dalam penyusunan kebijakan CSR, proses pengajuan kegiatan, pengesahan yayasan, dan pemantauan realisasi penggunaan dana.
- Keperluan pemeriksaan meliputi alasan dan pertimbangan BI dalam menyetujui yayasan tertentu sebagai penerima dana, prosedur audit atau pengawasan internal atas penggunaan dana, serta sistem pelaporan yang digunakan.
Dampak dan Implikasi
- Kepercayaan Publik: Kasus ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi keuangan besar seperti BI dan DPR apabila dana publik tidak dikelola secara transparan dan akuntabel.
- Penyempurnaan Kebijakan CSR / PSBI: Ada kebutuhan mendesak untuk memperbaiki regulasi dan mekanisme pengawasan agar dana CSR benar-benar digunakan sesuai tujuan sosial dan tidak menjadi alat politis atau pengaruh pribadi.
- Akuntabilitas Pejabat Publik: Kasus ini akan menjadi ujian bagi pejabat tinggi seperti Filianingsih dan lembaga terkait dalam respons terhadap penyelidikan serta transparansi.
- Sanksi Hukum: Bagi pihak yang terbukti, mulai dari anggota DPR hingga pejabat BI atau yayasan penerima, ada risiko sanksi pidana, administratif, dan pencucian uang.
Tantangan Penanganan
Beberapa tantangan dalam menangani kasus seperti ini:
- Keterbatasan bukti awal: Pengumpulan dokumen, bukti transfer, laporan keuangan yayasan yang valid menjadi krusial dan sulit jika tidak dikelola rapi.
- Pengaturan kelembagaan yayasan: Banyak yayasan memiliki struktur kompleks, sehingga transparansi atas kepemilikan, penggunaan dana, dan pengawasannya sering kurang jelas.
- Kesulitan mengidentifikasi pemilik manfaat akhir (beneficial owner) dalam penggunaan dana nominee atau rekening pihak ketiga.
- Potensi pelanggaran hukum ganda: selain korupsi, bisa ada aspek pencucian uang jika dana disalurkan dan kemudian dialihkan kembali melalui akun-akun pribadi atau milik pihak terkait.
Kesimpulan
Kasus korupsi CSR BI-OJK yang melibatkan penggunaan dana corporate social responsibility melalui yayasan yang diduga tidak sesuai peruntukkan adalah salah satu kasus keuangan publik yang penting. Pemeriksaan Filianingsih Hendarta sebagai saksi menunjukkan bahwa KPK serius menggali semua pihak yang memiliki peran. Jika terbukti, pihak terkait akan menghadapi konsekuensi hukum serius.
Kasus ini menggarisbawahi pentingnya transparansi, pengawasan internal yang ketat, dan regulasi yang memastikan dana publik dialokasikan dan dikelola secara akuntabel. Publik pun berhak mengetahui perkembangan kasus ini agar tercipta sistem pengelolaan dana CSR yang bersih dan dapat dipertanggungjawabkan.