Kasus Kuota Haji 2023–2024 mencuat setelah KPK mengungkap adanya komitmen fee 2.600–7.000 Dollar AS per kuota haji khusus dari agen travel. Penyimpangan pembagian 20.000 kuota tambahan, yang seharusnya 92% reguler dan 8% khusus, menyebabkan kerugian negara Rp 1 triliun. Dengan demikian, KPK menyelidiki dugaan korupsi era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Kasus Kuota Haji ini menginspirasi refleksi tentang pentingnya transparansi dalam pengelolaan ibadah haji di Indonesia.
Dugaan Korupsi Kuota Haji KPK
KPK menyelidiki Kasus Kuota Haji yang melibatkan fee 2.600–7.000 Dollar AS per kuota haji khusus, menurut Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu . Oleh karena itu, KPK mendalami praktik ini di Kementerian Agama era Yaqut Cholil Qoumas (2023–2024). Dengan demikian, penyelidikan fokus pada pembagian 20.000 kuota tambahan dari Arab Saudi.
Selain itu, fee bervariasi berdasarkan skala dan layanan agen travel,. Misalnya, agen besar dengan fasilitas premium menetapkan fee lebih tinggi. Oleh sebab itu, KPK terus menelusuri aliran dana dan keterlibatan pihak terkait.
Penyimpangan Pembagian Kuota Haji
Menurut Pasal 64 Ayat 2 UU Nomor 8 Tahun 2019, kuota haji seharusnya terdiri dari 92% reguler dan 8% khusus. Dengan demikian, dari 20.000 kuota tambahan, 18.400 untuk reguler dan 1.600 untuk khusus. Namun, Kementerian Agama membaginya rata: 10.000 reguler dan 10.000 khusus, Oleh karena itu, penyimpangan ini menjadi inti Kasus Kuota Haji.
Sebagai tambahan, Asep Guntur Rahayu menegaskan bahwa pembagian 50:50 ini melanggar hukum, menyebabkan kerugian negara Rp 1 triliun (,,web:2). Dengan demikian, KPK menyoroti ketidaksesuaian dengan regulasi.
Tindakan KPK dalam Penyidikan
KPK mengambil langkah tegas dalam Kasus Kuota Haji. , KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri: Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz (eks staf khusus), dan Fuad Hasan Masyhur (pengusaha travel). Oleh sebab itu, pencegahan ini memastikan ketersediaan saksi untuk penyidikan.
Selain itu, KPK menggeledah kantor Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 14 Agustus 2025, mDengan demikian, KPK mengumpulkan bukti terkait Surat Keputusan Menteri Nomor 130 Tahun 2024, yang mengatur pembagian kuota.
Dampak dan Implikasi Hukum
Kasus Kuota Haji menimbulkan kerugian negara Rp 1 triliun, . Oleh karena itu, KPK menerapkan Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi untuk mengejar pelaku. Misalnya, penyimpangan ini menguntungkan agen travel besar, merugikan jemaah reguler.
Sebagai tambahan, KPK mengajak jemaah haji 2024 menjadi saksi untuk memperkuat penyidikan, m. Dengan demikian, kasus ini menyoroti perlunya transparansi dalam pengelolaan haji.
Inspirasi dari Kasus Kuota Haji
Kasus Kuota Haji mengajarkan pentingnya integritas dalam pengelolaan ibadah suci. Dengan penyelidikan KPK, masyarakat menyadari perlunya transparansi untuk mencegah korupsi. Misalnya, kasus ini mendorong refleksi tentang tanggung jawab pejabat publik. Oleh sebab itu, Kasus Kuota Haji menginspirasi kita untuk mendukung sistem yang adil, memastikan ibadah haji berjalan sesuai nilai-nilai kejujuran dan keadilan di Indonesia.