netter.co.id – cantara Amerika Serikat (AS), Republik Rakyat Tiongkok (Cina), dan Rusia di Asia semakin memanas, dengan pangkalan militer menjadi alat utama untuk menegaskan dominasi. Lebih dari sekadar aliansi diplomatik atau perdagangan, pangkalan militer memungkinkan negara-negara adidaya ini mengamankan kepentingan strategis, mengawasi jalur perdagangan, dan menantang rival di kawasan. AS memimpin dengan jaringan pangkalan militer yang luas, sementara Cina dan Rusia memperluas kehadiran mereka di lokasi-lokasi kunci. Artikel ini mengulas tujuh pangkalan militer utama di Asia, strategi di baliknya, dan implikasi geopolitiknya per 20 Agustus 2025.
Jaringan Pangkalan Militer AS di Asia Timur
AS mempertahankan dominasi militernya di Asia melalui jaringan pangkalan militer yang luas, mendukung strategi penempatan ke depan untuk menjaga stabilitas dan aliansi. Di Jepang, Kadena Air Base di Okinawa adalah pangkalan militer udara terbesar AS di kawasan, menampung pesawat tempur F-35 dan unit pengintaian. Yokosuka Naval Base, markas Armada ke-7, memungkinkan AS mengendalikan perairan Pasifik. Fasilitas lain seperti Yokota Air Base dan Marine Corps Air Station Futenma memperkuat posisi AS di Asia Timur, memungkinkan respons cepat terhadap ancaman regional.
Di Korea Selatan, Camp Humphreys di Pyeongtaek menjadi pangkalan militer terbesar AS di luar negeri, menampung sekitar 40.000 personel, termasuk pasukan darat dan udara. Osan Air Base dan Kunsan Air Base mendukung operasi udara, menggantikan peran Yongsan Garrison yang kini dialihfungsikan. Pangkalan militer ini memungkinkan AS memantau Korea Utara dan menjaga stabilitas di Semenanjung Korea, sekaligus memperkuat aliansi dengan Seoul.
Pangkalan Militer AS di Pasifik dan Asia Tenggara
Di luar Asia Timur, Guam menjadi pusat strategis AS di Pasifik Barat. Andersen Air Force Base di Guam mendukung operasi pesawat pembom B-52, sementara Naval Base Guam menjadi pangkalan kapal perang dan kapal selam nuklir. Kedua pangkalan militer ini memungkinkan AS mengawasi Laut Cina Selatan dan menanggapi potensi konflik di kawasan. Di Filipina, melalui Enhanced Defense Cooperation Agreement (EDCA), AS mendapatkan akses rotasional ke lima lokasi, termasuk Antonio Bautista Air Base di Palawan dan Basa Air Base di Luzon. Pada 2023, dua lokasi tambahan diperkenalkan, meningkatkan fleksibilitas operasional AS.
Di Singapura, meski tidak memiliki pangkalan militer permanen, AS memanfaatkan Changi Naval Base untuk kapal perang dan Paya Lebar Air Base untuk pesawat tempur. Diego Garcia di Samudra Hindia, meski di luar Asia Tenggara, berfungsi sebagai pangkalan militer kunci untuk operasi di Asia Selatan dan Timur Tengah, menampung kapal induk dan pesawat pengintai. Jaringan ini memperkuat posisi AS sebagai kekuatan dominan di kawasan.
Ekspansi Pangkalan Militer Cina
Cina, meskipun relatif baru dalam membangun pangkalan militer global, telah mempercepat ekspansinya di Asia, terutama di Laut Cina Selatan. Beijing mengembangkan pulau-pulau buatan di kepulauan Spratly, dengan fasilitas di Fiery Cross Reef, Subi Reef, dan Mischief Reef. Ketiga lokasi ini dilengkapi landasan pacu sepanjang 3.000 meter, radar canggih, dan peluncur rudal, menjadikannya pangkalan militer yang memperkuat klaim teritorial Cina. Fasilitas ini memungkinkan Beijing mengontrol jalur pelayaran penting, memicu ketegangan dengan negara seperti Filipina dan Vietnam.
Di Kamboja, Pelabuhan Ream diduga sedang diubah menjadi pangkalan militer untuk Angkatan Laut Cina, meski Phnom Penh membantah tuduhan ini. Di Pakistan, pelabuhan Gwadar dalam China-Pakistan Economic Corridor berpotensi digunakan untuk keperluan militer. Di Tajikistan, pos pengawasan Cina di perbatasan Afghanistan mendukung keamanan regional. Meski satu-satunya pangkalan militer resmi Cina berada di Djibouti, Afrika, langkah-langkah ini menunjukkan ambisi Beijing untuk menyaingi AS di Asia.
Kehadiran Pangkalan Militer Rusia
Rusia mempertahankan pengaruhnya melalui pangkalan militer di Asia Tengah dan Kaukasus, sebagian besar warisan era Soviet. Di Tajikistan, 201st Military Base di Dushanbe adalah pangkalan militer terbesar Rusia di luar negeri, menampung sekitar 7.000 personel untuk operasi keamanan. Di Kirgizstan, Kant Air Base mendukung misi udara, sementara Baikonur Cosmodrome di Kazakhstan, meski berfokus pada antariksa, tetap memiliki nilai strategis. Di Armenia, 102nd Military Base di Gyumri memungkinkan Rusia mengawasi aktivitas NATO.
Di Asia Barat, Rusia memperkuat kehadirannya di Suriah melalui Hmeimim Air Base dan Tartus Naval Base. Kedua pangkalan militer ini mendukung proyeksi kekuatan Rusia di Eurasia, menantang pengaruh Barat. Meski lebih terbatas dibandingkan AS atau Cina, pangkalan militer Rusia ini memainkan peran kunci dalam menjaga pengaruh Moskow di kawasan.
Implikasi Geopolitik dan Risiko
Persaingan pangkalan militer di Asia mencerminkan perebutan pengaruh yang sengit. Pangkalan militer AS bertujuan mencegah ekspansi Cina, tetapi memicu ketegangan di Laut Cina Selatan, di mana fasilitas Cina berhadapan langsung dengan patroli AS. Rusia, dengan fokus pada Asia Tengah, menjalin kemitraan dengan Cina untuk menyeimbangkan Barat. Menurut laporan SIPRI (2025), belanja pertahanan Asia meningkat 7% sejak 2023, didorong oleh perlombaan senjata. Ketegangan di sekitar pangkalan militer ini meningkatkan risiko insiden militer, terutama di titik-titik panas seperti Laut Cina Selatan dan perbatasan Asia Tengah.