Larangan Vape: Singapura Samakan dengan Narkoba

larangan vape

netter.co.id – Singapura mengambil langkah tegas dengan memperketat larangan vape, menyamakannya dengan penyalahgunaan narkoba. Dalam pidato Hari Nasional pada 17 Agustus 2025, Perdana Meteri Lawrence Wong mengumumkan bahwa penggunaan dan peredaran rokok elektrik kini akan menghadapi hukuman berat, termasuk penjara. Kebijakan ini menargetkan maraknya penggunaan vape di kalangan anak muda, terutama karena banyak produk mengandung zat berbahaya seperti etomidate. Langkah ini menandai perubahan signifikan dari pendekatan sebelumnya, yang hanya mengenakan denda. Artikel ini mengulas kebijakan baru larangan vape, alasan di baliknya, respons masyarakat, dan tantangan implementasinya.

Kebijakan Baru Larangan Vape

Dalam pidatonya di Rapat Umum Hari Nasional di Institut Pendidikan Teknik Ang Mo Kio, PM Wong menegaskan bahwa pendekatan lunak terhadap larangan vape tidak lagi cukup. “Selama ini, kami hanya mengenakan denda untuk pelanggaran vape, seperti halnya tembakau. Namun, itu tidak efektif,” ujarnya. Mulai 2025, pelaku yang terlibat dalam penggunaan, kepemilikan, atau penjualan vape, terutama yang mengandung zat berbahaya, akan menghadapi hukuman penjara. Hukuman lebih berat akan diterapkan bagi pengedar vape yang mencampurkan zat seperti etomidate, obat anestesi yang berbahaya jika digunakan di luar pengawasan medis. Kebijakan larangan vape ini melibatkan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan, yang akan memimpin operasi lintas kementerian untuk menekan peredaran vape ilegal.

Ancaman Etomidate dalam Larangan Vape

Salah satu pendorong utama kebijakan larangan vape adalah munculnya vape jenis “Kpod” yang mengandung etomidate, zat anestesi yang bekerja cepat. Etomidate, yang biasanya digunakan untuk prosedur medis seperti anestesi umum, dapat menyebabkan kolaps mendadak, gangguan pernapasan, bahkan kematian jika disalahgunakan melalui vape. Menteri Kesehatan Ong Ye Kung, pada Juli 2025, mengungkapkan bahwa sepertiga dari vape yang diuji secara acak mengandung etomidate, yang kini diklasifikasikan sebagai obat Kelas C di bawah Undang-Undang Penyalahgunaan Narkoba. “Vape hanyalah alat. Bahaya sebenarnya ada pada kandungannya,” tegas Wong. Ia memperingatkan bahwa tanpa larangan vape yang ketat, zat yang lebih berbahaya bisa muncul di masa depan, memperparah risiko kesehatan masyarakat.

Maraknya Vape di Kalangan Anak Muda

Meskipun larangan vape telah berlaku di Singapura sejak 2018 melalui Tobacco (Control of Advertisements and Sale) Act, pelanggaran terus meningkat. Data dari Health Sciences Authority (HSA) mencatat 9.680 orang ditangkap karena kepemilikan atau penggunaan vape dalam sembilan bulan pertama 2024, naik dari 7.900 kasus pada 2023. Nilai sitaan vape mencapai 41 juta dolar Singapura antara Januari 2024 dan Maret 2025, menunjukkan skala peredaran ilegal yang masif. Anak muda menjadi kelompok paling rentan, dengan banyak yang tergiur oleh vape karena dianggap lebih aman dibandingkan rokok tembakau. Namun, Wong menegaskan bahwa larangan vape diperlukan karena produk ini sering diselundupkan dengan campuran zat adiktif, menimbulkan ancaman serius bagi generasi muda.

Respons dan Upaya Edukasi Publik

Untuk mendukung larangan vape, pemerintah Singapura meluncurkan kampanye edukasi publik berskala besar. Program ini akan dimulai di sekolah dasar, perguruan tinggi, hingga wajib militer, untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya vape. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan memimpin inisiatif ini, yang disebut Wong sebagai “latihan menyeluruh dari seluruh jajaran pemerintahan.” HSA juga memperkenalkan portal pelaporan publik dan memperpanjang jam operasional hotline untuk mempermudah pelaporan pelanggaran larangan vape. Selain itu, inisiatif “Bin the Vape” memungkinkan warga menyerahkan perangkat vape secara sukarela di 23 pusat komunitas, dengan lokasi pembuangan yang dilengkapi CCTV untuk mencegah penyalahgunaan. Identitas pelapor dijamin tidak dilacak, mendorong partisipasi tanpa rasa takut.

Tantangan Implementasi Larangan Vape

Meski kebijakan larangan vape ini ambisius, implementasinya menghadapi sejumlah tantangan. Pertama, peredaran vape ilegal melalui pasar gelap tetap menjadi masalah besar, dengan banyak produk diselundupkan dari negara tetangga. Kedua, pengawasan di tempat umum seperti pusat hiburan malam dan transportasi publik membutuhkan sumber daya yang signifikan. HSA telah meningkatkan operasi penggerebekan, dengan 65 kasus terkait etomidate sedang diselidiki per Agustus 2025. Ketiga, rehabilitasi wajib bagi pengguna vape yang kecanduan menjadi prioritas, tetapi membutuhkan infrastruktur dan pendanaan yang memadai. Wong menegaskan bahwa larangan vape bukan hanya tentang hukuman, tetapi juga tentang melindungi kesehatan masyarakat melalui pendekatan holistik yang mencakup pencegahan dan rehabilitasi.

Implikasi Regional dan Global

Kebijakan larangan vape Singapura menarik perhatian di kawasan Asia Tenggara, di mana beberapa negara seperti Thailand juga menerapkan regulasi ketat terhadap rokok elektrik. Langkah Singapura untuk menyamakan vape dengan narkoba dapat menjadi preseden bagi negara lain yang menghadapi masalah serupa. Namun, pendekatan ini juga memicu perdebatan. Beberapa pihak berpendapat bahwa larangan vape yang terlalu keras bisa mendorong pasar gelap semakin berkembang, sementara yang lain mendukung langkah tegas ini sebagai perlindungan terhadap ancaman kesehatan baru. Di tengah globalisasi tren vaping, kebijakan Singapura menyoroti perlunya keseimbangan antara penegakan hukum dan edukasi untuk mengatasi risiko kesehatan masyarakat.